Saturday, July 13, 2013

Aneka Warna Motif Batik Tasik


Udah lebih dari 2 tahun tugas di pelosok Kaltim, saya sekarang ini jadi malas banget lama-lama di mall kalau pas pulang Jakarta atau mudik ke Yogya. Apalagi kalo cuma sekedar jalan-jalan. Kadar semangat belanja saya berkurang drastis, belanja seperlunya, dengan waktu secukupnya saja sekarang, hehe..
 
Terbiasa dengan suasana hutan kali yang sepi, jadi lagi nggak terlalu nyaman dengan hingar bingar mall :p
 
Kecuali buat buku, salah satunya. Saya (masih) seneng banget tuh lama-lama di toko buku, milih satu buku sambil lanjut cari buku yang lain. Udah dapat 1 judul eh liat judul buku lain lebih menarik, ditaruh lagi judul pertama dan lanjut lagi milih-milih buku yang lain. Always get fun and do enjoy my time at the bookstore.
 
Selain buku, yang membuat saya gampang tergoda buat belanja antara lain batik.
 
Udah mantepin hati nggak mau belanja batik lagi bulan ini, eh lhah salah satu temen saya malah memasang foto motif-motif batik lucu di bbm-nya.
 
Si teman saya itu, namanya Teteh Della, ternyata lagi men-sale koleksi kain batik tulisnya yang dibuat pengrajinnya di Tasikmalaya, Jawa Barat.
 
Teteh Della ini yang dulunya menjual kain batik pelangi, batik motif rereng Tasik tapi karena warna warni saya sebutnya batik Pelangi, yang sempat saya posting juga di blog ini. Sejak saya beli kain pelangi itu, sampai saat ini silaturahmi dengan Teteh Della masih terjalin baik. Alhamdulillah.
 
Nah, karena si Teteh Della ini sepertinya mau mengubah line bisnis-nya, maka di jual dengan harga diskon lah koleksi kain batik tulisnya yang masih ada.
 
Warna dan motifnya cantik-cantik.
 
 
 

 

 
 
Dari sekian koleksi batik yang ada, yang dinamakan koleksi batik 'culu-culu', saya milih 1 kain yang sejak awal lihat udah suka.
 
 
 
Cantik kan motifnya? Pastinya dong, kayak yang beli *ignorethissentence*
 
Anyway, saya jadi pengen banget ke Tasikmalaya nih gara-gara lihat koleksi batik tulis Tasik dari si Teteh Della. Yuk?

Seragam Batik, Identitas Saat Umrah


Batik itu memang sudah menjadi identitas Indonesia.
Itu yang ada dalam pikiran saya saat melaksanakan ibadah umrah akhir Juni lalu.
Dari biro umrah yang saya ikuti, saya dikasih 1 stel seragam batik berwarna hijau sebagai identitas kelompok. Pas sampai di bandara Soekarno Hatta saat mau berangkat, eh di Soetta ternyata banyak jamaah Indonesia yang juga mau berangkat umrah.
Kok tahu? Ya dari seragam batik yang mereka kenakan. J
Motif dan warnanya bermacam-macam, dan berbeda-beda antara 1 biro umrah dengan biro umrah yang lain.
Jadi kalau ada 10 biro umrah kumpul dalam 1 ruangan ya berarti bakalan ada 10 motif dan warna batik yang berbeda-beda.
Dari sejak di Soetta, di pesawat, transit di Dubai sampai tiba di Jeddah, setidaknya ada 6 warna kain batik lain yang saya temui: batik warna coklat tua, coklat muda, orange, merah hati, biru, dan abu-abu. Belum termasuk yang cuma lihat sekilas dan saya lupa warnanya apaan, hehe..
narsis dikit sama seragam :)
Rata-rata sih dipakai sebagai seragam jamaah, namun ada juga yang dibuat kerudung atau semacam kain ikat kepala. Tapi hampir semua biro umrah identitasnya pakai batik.
Namun, agak berbeda dengan seragam batik untuk jamaah Haji, yang kalau saya nggak salah diseragamkan untuk seluruh jamaah dari Indonesia, baik warna maupun coraknya. Tahun lalu warnanya cantik banget, ungu muda dengan motif bunga-bunga.
Sayangnya karena jarak waktu balik dari site dengan berangkat umrahnya mepet sekali, pulang ke Jakarta tanggal 20 dan berangkat umrah 21, saya langsung dikirimi baju batik jadi yang udah tinggal pakai dari biro umrahnya. Dan ternyata kegedean, pake banget. J
Makanya selama di Madinah-Makkah, si batik saya kurang exist karena jarang saya pakai. Dipake cuma pas berangkat dan itupun saya sampirkan aja di luar baju kayak jubah.
Selama di sana, jamaah yang memakai batik sepertinya ya memang jamaah dari Indonesia. Sempat sebelahan dengan jamaah dari Malaysia saat sholat di masjid maupun papasan waktu di jalan, tapi nggak ada atribut dengan motif batik sama sekali tuh..
Selain pas berangkat, batik juga disarankan biro umrah dipakai saat berkunjung ke beberapa tempat di sana, misalnya Jabal Rahmah. Gunanya sih untuk memudahkan si biro atau jamaah lain mengenali anggota rombongannya jika ada yang tersesat di antara banyaknya manusia yang ada di tempat yang dikunjungi.
Meski kegedean, tapi batik dari biro umrah tetap saya jaga dengan hati-hati. Sampe saya rela lari-lari ngejar bis gara-gara seragam batik ketinggalan di bis saat di Makkah.
Ya gimana nggak ketinggalan, jamaah lain seragam batiknya pada dipakai, seragam batik saya disampirin aja di kursi bis J

Wednesday, July 3, 2013

Batik, Melatih Sabar


This is my first post during the first seven months in 2013!

Bukan sibuk menggila sebenernya kalau lama tak mengupdate blog ini, hanya memang saya masih beradaptasi dengan kesibukan baru yang masih berkaitan dengan tulis menulis juga sih.
 
Regular contributor untuk sebuah media online, di samping masih terus belajar buat menuliskan pengalaman traveling dalam sebuah catatan perjalanan buat sebuah koran. Jadi waktu kosong yang cuma seiprit karena masih tugas di site masih dipersembahkan buat kedua aktivitas itu, khususnya yang pertama :)

Ditambah akses ke blog suka ngadat, lemot beut. Jadi kadang udah males duluan buat ngupdate blog soale nggak bisa masuk-masuk ke akun, hoho.. Maklum, masih tugas di hutan :)

Anyway, sebenarnya ada satu cerita yang saya tulis beberapa bulan lalu, namun terpending terus untuk diupdate ke blog.

Tentang sebuah kisah batik di buku Sepatu Dahlan.

 
 
 
Sepatu Dahlan, sebuah buku yang menemani saya traveling ke Banjarmasin akhir tahun lalu. Berhubung traveling sendirian atau istilah kerennya sih Solo Traveler, beberapa buku sengaja saya bawa dari Jakarta untuk jaga-jaga, siapa tahu di jalan bosen karena nggak ada teman mengobrol :)
 
Bukan tentang sebuah buku biografi sih kalau saya lihat, meski memang menceritakan kisah hidup Dahlan Iskan, Menteri BUMN kita. Novel inspirasi mungkin lebih tepatnya.
 
Ada 1 halaman yang paling menarik dari buku itu buat saya, di sub-bab 4 berjudul ‘Batik Tegal Arum’, khususnya halaman 46 – 47. Mengisahkan tentang ibunda beliau, yang pintar membatik. Sepenggal paragraph yang paling saya suka:
‘Setiap hari Ibu bergelut dengan canting dan kain, tak peduli siang atau malam. Mbatik seolah hiburan menarik untuk melepaskan penat atau melupakan persoalan hidup. Dari mbatik itu, barangkali, Ibu belajar sabar.’
Membatik, atau umum disebut mbatik oleh masyarakat Jawa, memang melatih kesabaran kita. Kalau kita mbatik dengan grasa-grusu, sudah pasti 'malam'-nya akan belepotan di kain. Nggak akan rapi hasilnya.
 
Mbatik, selain membaca dan menulis (eh kok kayak motivasi buat anak SD, hehe), for me is such a way to release the stress. Saat mbatik, saya harus berkonsentrasi penuh pada selembar kain di depan saya, agar malam-nya tidak mbleber kemana-mana atau belepotan dan hasilnya rapi.
 
Membaca halaman ini, jadi teringat dengan salah satu wish list saya jika punya rumah sendiri nanti. Pengen buat spot khusus untuk membatik di halaman atau ruang belakang rumah. Jadi sewaktu-waktu saat ada waktu senggang, especially when I have lot of things in my mind and need a way for strees release, saya tinggal mbatik.
 
Anyway, saya sendiri malah baru tahu sekarang tentang Batik Tegal Arum, dari kampung Kebon Dalem, Magetan, Jawa Timur. Kapan-kapan browsingtentang batik ini ah, nanti kalau saya dapat sumber informasinya, saya bagi deh :)

Sunday, November 11, 2012

Kain Batik di Keraton Yogya


Ceritanya, beberapa bulan lalu saat kepagian sampai di Malioboro, pergilah saya ke Keraton Yogyakarta. Beberapa tahun tinggal di Yogya, but that was my 1st visit at the Yogya Palace, kebangeten ya J
Saat berkeliling di beberapa bagian dalam keraton yang dibuka untuk umum, ada 1 ruangan yang menahan saya untuk betah berlama-lama di ruangan tersebut. Sebuah ruangan berisi kain-kain batik yang biasa dipakai di lingkungan keraton.
Batik memang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa. Dari sejak lahir hingga meninggal, batik selalu menjadi bagian dalam tiap fase kehidupan orang Jawa. Dari lahir, tumbuh besar, menikah, 'mantu', punya cucu, hingga meninggal, ada unsur batik di dalamnya.
Dulunya, ada beberapa motif yang tak bisa sembarangan dipakai oleh masyarakat atau disebut motif larangan. Bisa terlarang untuk dipakai karena unsur makna motifnya, atau juga karena motif tersebut memang diperuntukkan untuk keluarga keraton / bangsawan saja.
Nah, di Keraton Yogya, motif-motif batik yang sering digunakan dalam acara-acara di keraton dipajang untuk umum, disertai dengan keterangan nama acara-nya. Ada motif yang boleh didokumentasikan, namun ada juga motif yang tidak diperbolehkan untuk diambil gambarnya. Namun, hanya beberapa motif saja yang saya catat dan foto, I prefer to enjoy it :) 
Check this out J
1.     Motif Batik untuk Acara Siraman
 
Siraman merupakan salah satu prosesi yang harus dijalankan di Keraton Yogyakarta sebelum akah nikah. Dalam sebuah prosesi pernikahan adat Jawa sendiri, sebagian besar masyarakat masih menggunakan acara siraman ini, meski ada juga pasangan yang memilih tidak memakai prosesi adat ini.
 
 
 
Kalau saya mah insya Allah pakai, tapi syaratnya harus menggunakan air hangat as I can not stand the cold shower J

2.     Upacara Akah Nikah
 
Pada pernikahan Puteri Sultan Yogyakarta, biasanya akad nikah dilaksanakan sendiri oleh Sultan. Kain yang dipakai merupakan motif Truntum.
 
 

3.     Upacara 'Pondongan'
 
Acara ini mengawali upacara ‘panggih’ atau dalam bahasa Indonesia berarti bertemu / pertemuan. Mempelai pria harus menggendong mempelai perempuan yang tak lain adalah putri Sultan, menandakan kebanggaan dan rasa bahagia.  
 


4.     Upacara 'Mitoni'
 
Jenis kain dibawah ini dipakai dalam acara 'mitoni' atau saat usia bayi dalam kandungan menginjak 7 bulan, menggunakan motif Sidoasih. Mitoni sendiri berasal dari kata 'piton' atau 'pitu', yang dalam Bahasa Jawa memiliki arti angka tujuh. 
 
 

5.     Motif untuk 'Inyo'
 
Inyo merupakan sebutan untuk Abdi Keparak Putri yang diberi tugas oleh Sultan untuk ‘momong’ (bahasa Jawa untuk mengasuh) dan menyusui putera Sultan saat Permaisuri sedang ada keperluan.
 
 

Sayangnya, sebagian nama motif batik tak semuanya sempat tercatat. Will do that in my 2nd visit as soon as I get the chance to get there again J

Wednesday, November 7, 2012

Melongok Pembuatan Kain Sasirangan


Saat di Kampung Sasirangan, saya beruntung bisa melihat proses pembuatan kain Sasirangan dari tahap awal sampai akhir. Selagi di Kampung Sasirangan dan mumpung saya bertemu dengan pengrajinnya langsung, plus pengrajinnya bersedia pula untuk saya tanya-tanya, sekalian lah saya meng-gather informasi tentang step-step pembuatan selembar kain Sasirangan.
Tahap pertama adalah pelukisan kain. Jenis kain yang digunakan bervariasi, dari katun, mori, hingga sutera. Di tahap ini, kain dilukis dengan corak yang kita inginkan.

Tahap selanjutnya, kain dijelujur atau dirajut menggunakan benang. Sasirangan sendiri berasal dari kata ‘sirang’ yang berarti jelujur itu sendiri. Teknik jelujur inilah yang di Jawa disebut dengan Jumputan. Sekilas, kain Sasirangan memang mirip dengan motif Jumputan dalam batik Jawa. Kemiripan ini ternyata berasal dari teknik yang digunakan.


Kain dijelujur dengan benang

Setelah kain selesai dijelujur, tahap berikutnya adalah pengikatan kain. Kain diikat sesuai corak motif yang diinginkan menggunakan karet atau tali dari ban motor. Tujuan pengikatan agar warna tidak masuk ke dalam motif.

Pengikatan kain menggunakan karet
Kain selanjutnya dicelup sebanyak yang diinginkan. Dalam sebuah proses pembuatan kain batik, umumnya ada 2 jenis pencelupan yaitu pencelupan menggunakan air panas dan dingin. Untuk kain ini, pencelupan panas agar menghasilkan warna hjijau, dan pencelupan dingin untuk menghasilkan warna merah. Kombinasi dari 2 warna ini pada akhirnya akan menghasilkan 1 warna lagi yaitu coklat (see below pictures).

Pencelupan kain

Tahap berikutnya, benang-benang yang ada di kain mulai dibuka. Saat benang-benang dibuka inilah, kita akan melihat hasil berupa selembar kain dengan corak warna dan motif yang menarik.
Setelah benang dibuka, kain kemudian dicuci dan dijemur. Nah, di tahap ini saya sempat rada kaget saat melihat beberapa kain Sasirangan dijemur di bawah terik Matahari langsung. Biasanya batik tidak boleh terkena sinar matahari langsung saat dijemur agar warnanya tak pudar, namun kain ini malah dijemur di bawah panas matahari. Ternyata, menurut Mbak Novi, kain yang dijemur hanya untuk kain yang berbahan katun. Sementara kain dengan bahan sutra dan sejenisnya tidak akan dijemur langsung di bawah sinar matahari.



Sekelompok Ibu dengan kain yang telah dijemur

Usai dijemur, kain kemudian diseterika. Usai tahap ini, sudah siap deh kain Sasirangan ini untuk dijual.

Yang menarik, semua tahapan di atas dilakukan dengan tangan atau secara manual. Keterampilan dan pengalaman para pengrajin otomatis juga akan ikut menentukan corak warna maupun motif kain itu sendiri.

Ada 2 tipe packing yang akan kita temui jika membeli kain Sasirangan, yaitu dipacking rapi dalam sebuah kotak atau dalam plastik. Seperti kain Sasirangan dari merek Sahabat, toko ini menjual kain dalam bentuk kotak, sedangkan beberapa kain yang saya beli di Kampung Sasirangan dipacking dalam plastik.
Dua-duanya rapi kok J

Saking sukanya dengan motif Sasirangan, tiap pulang cuti roster ke Jakarta pasti saya sempetin untuk membeli batik Sasirangan. Sementara ini sih buat ayah saya yang kini juga ikutan menggemari motif Sasirangan J
Kalau kemudian saya begitu tertarik dengan motif ini, berawal dari praktik pembuatan batik Jumputan saat mulok jaman SMP dulu. Meski sudah berulang kali mencoba, seingat saya nggak ada motif yang berhasil saya buat. Dari motif yang warnanya belang-belang hingga teknik jelujur saya yang kurang rapi.

That’s why, I adore this kind of motive. Meski para pengrajin needs to pay attentionto detail disamping tekniknya sendiri juga rumit, namun toh hasilnya nggak ada yang nggak bagus.

Tertarik dengan Sasirangan? Beli bareng yuk, biar saya ada teman buat milih-milih motif Sasirangan nanti, hehe..

Tuesday, November 6, 2012

Kampung Sasirangan Banjarmasin

Jika di Solo ada Kampung Batik Laweyan dan Kauman, di Cirebon kondang dengan Kampung Batik Trusmi, maka Banjarmasin memiliki Kampung Sasirangan.

Beberapa teman site yang berasal dari Banjar awalnya tak ada satupun yang merekomendasikan tempat ini dalam list tempat yang wajib didatangi selama di Kalsel. Namun, secara saya cinta batik ya, dan Sasirangan is one of my most favorite Batik motive, cari-carilah saya info di manakah sentra pengrajin Sasirangan saat di Banjarmasin kemarin.
 
Dari panduan informasi seorang ibu penjual gantungan kunci di Banjarmasin, tibalah saya di Kampung Sasirangan. Lokasinya ada di Jalan Seberang Masjid Kelurahan Kampung Melayu, Banjarmasin. Tempatnya mudah diingat, yaitu di seberang Taman Siring Martapura. Kampung ini dibentuk oleh Dinas Pariwisata Pemkot Banjarmasin, dan kini menjadi salah satu sentra souvenir kerajinan kain dan busana Sasirangan di Kalsel.
 
Sekilas Kampung Sasirangan mirip dengan kampung Batik Laweyan atau Kauman. Di sepanjang jalan kita akan menemukan deretan toko kain. Bedanya, jika di Laweyan dan Kauman kain yang dijual adalah batik Jawa, di Kampung Sasirangan tentu saja yang dijual adalah batik Sasirangan yang merupakan kain khas Kalimantan Selatan. Sebagai kain kebanggaan Kalsel, Sasirangan juga dipakai sebagai bahan seragam anak sekolah maupun di kalangan pemerintahan, seperti halnya di daerah lain dengan ciri khas-nya masing-masing.


Salah satu ruas jalan Kampung Sasirangan


Saya pernah menuliskan tentang batik Sasirangan ini, setelah melihat koleksi kain yang dijual di Toko Sahabat di Pasar Sayur Balikpapan. Nah, saat berkunjung di Kampung Sasirangan, beragam nama toko dapat kita jumpai. Setelah berjalan-jalan dari ujung ke ujung, saya tertarik untuk berkunjung ke sebuah toko yang sepertinya menjadi binaan sebuah bank swasta nasional.

Beruntunglah saya bertemu dengan seorang Mbak di toko tersebut, sebut saja Mbak Novi, yang dengan sabar meladeni pertanyaan-pertanyaan saya. Bahkan, mungkin karena ia melihat saya begitu tertarik dengan Sasirangan, saya malah diajak untuk melihat proses pembuatan Sasirangan dari tahap awal sampai akhir. Tentu, saya mau dong J
 
Ternyata, para pengrajin Sasirangan tinggal di rumah-rumah di belakang gerai-gerai toko penjual kain Sasirangan. Menurut Mbak Novi, ada sekitar 10 pengrajin yang tinggal di Kampung Sasirangan. Mereka umumnya tidak terikat dengan satu gerai atau toko tertentu, jadi satu pengrajin bisa mensupply kain produksinya ke satu atau beberapa toko, tergantung kesepakatan.

 
Salah satu rumah pengrajin kain Sasirangan

Oleh Mbak Novi, saya diantar berkeliling untuk melihat tahap-tahap pembuatan kain Sasirangan ke beberapa rumah pengrajin yang sedang dalam proses pengerjaan kain. Tahapan pembuatan kain Sasirangan hampir sama dengan proses pembuatan batik Jawa. Beberapa bahan seperti pewarna menurut salah satu pengrajin juga berasal dari Jawa.
 
Sekilas memang batik Sasirangan ini mirip dengan batik Jumputan dari Jawa. Setelah melihat proses pembuatan batik Sasirangan, ternyata kemiripan ini berasal dari cara pembuatannya yang menggunakan teknik jelujur. Tahap-tahap pembuatan Sasirangan nanti saya share dalam posting berikutnya.  
 
Harga yang ditawarkan bervariasi, tergantung dari bahan dan ukuran kain. Misalnya untuk ukuran kain 2 meter, kita dapat menemukan kain senilai 60 ribu untuk katun biasa, 80 ribu untuk kualitas semi sutra hingga yang ratusan ribu untuk bahan sutra. Di sini pun kita tak hanya dapat menemukan Sasirangan dalam lembaran kain, namun ada juga yang sudah dalam bentuk pakaian jadi.

 
 
Suasana di dalam salah satu toko batik di Kampung Sasirangan

Nggak terlalu lama sih jalan-jalan saya di Kampung Sasirangan karena masih harus mengejar waktu untuk ke Martapura. Sebenarnya belum terlalu puas juga untuk blusukan di kampung ini. Semoga satu saat nanti ada kesempatan untuk ke Kalsel lagi, dan ke kampung Sasirangan lagi tentunya.
 Anyway saya sebenarnya naksir dengan sebuah baju koko warna putih dengan hiasan bermotif Sasirangan di bagian depan dan pergelangan tangan. Sayangnya nggak ada ukuran pas buat si Papa di rumah :)
 

Thursday, September 6, 2012

Kenalan dengan Batik Majalengka


Kapan-kapan mampir sini Mir, di Majalengka juga ada batik loh..
Sms seorang teman kuliah dulu yang merupakan neng geulis dari Majalengka. Batik Majalengka? Sepertinya pernah dengar sekilas tentang batik dari Majalengka.
Lalu teringatlah saya akan sebuah buku kecil yang saya peroleh dari rekan saya di Trijaya FM Bandung dulu, kini bernama Sindo Radio Bandung, berjudul ‘Buku Saku Batik Jawa Barat Jilid II”. Buku ini hasil kerja sama Yayasan Batik Jawa Barat dan PT Indonesia Power.
Bentuknya yang kecil membuat buku ini ringan dan flexible untuk di bawa kemana-mana, dan karena itulah, hampir selalu saya bawa tiap bertugas di site.
Back to Batik Majalengka, ada 1 halaman bolak balik di buki ini yang menceritakan sekilas tentang Batik Majalengka.
Kenalan yuk dengan Batik Majalengka J
Jadi menurut buku ini, Majalengka meskipun tidak dikenal sebagai daerah penghasil batik, namun daerah ini pun ikut terdorong untuk mengembangkan batik yang menunjukkan ciri atau identitas budaya lokalnya yang khas.
Salah satu seniman bordir dari Majalengka, Herry Suhersono, berhasil mengembangkan beberapa motif batik yang mengacu pada keadaan alam seperti hewan dan tumbuhan, cerita rakyat ataupun legenda yang hidup di kalangan masyarakat Majalengka. Semua hal itu tertuang dalam motif batik yang menggambarkan budaya lokal Majalengka, yaitu Simbar Kencana, Nyi Rambut Kasih, Kota Angin, Gedong Gincu, dan Lauk Ngibing.
Motif Kota Angin bersumber dari julukan Majalengka sebagai ‘Kota Angin’ karena angin kencang yang selalu berhembus di kota ini sepanjang tahunnya. Sedangkan motif Gedong Gincu diambil dari banyaknya pohon mangga gincu yang hampir ditemui di tiap halaman rumah warga Majalengka. Itulah mengapa Gedong Gincu juga dinamakan menjadi salah motif batik khas Majalengka.

                                 Motif Kota Angin

Motif Simbar Kencana
Motif batik Lauk Ngibing mengandung arti ikan menari dalam bahasa  Sunda. Motif ini menunjukkan jika warga Majalengka senang memelihara ikan di balong atau empang. Sementara Simbar Kencana sendiri merupakan cerita rakyat Kota Majalengka, tepatnya berasal dari Kecamatan atau dulunya dikenal sebagai kerjaan Talaga. Adapun motif Nyi Rambut Kasih diambil dari nama salah satu tokoh sejarah Kota Majalengka.
Motif Lauk Ngibing
Kelima motif batik ciptaan Herry Suhersono telah mendapatkan perlindungan hak kekayaan intelektual.
Herry Suhersono sendiri sebelumnya pernah diminta bantuan oleh Pemerintah Kabupaten Majalengka untuk merancang suatu motif batik yang khas dan mampu menunjukkan identitas Majalengka. Permintaan tersebut diwujudkan dalam sebuah motif batik yang terdiri dari unsur-unsur lokal yaitu terdiri dari perpaduan buah maja dan lambang kerajaan Pajajaran dipadu dengan mahkota Simbang Kencana sebagai lambang dari kerajaan Sindangkasih.
Pemerintah Majalengka pun kini kabarnya semakin giat menyelenggarakan pelatihan-pelatihan keterampilan membatik bagi masyarakatnya yang berminat untuk mempelajari dan terjun ke bisnis batik.
Menarik ya ternyata kisah batik dari Majalengka.
Menulis tentang Batik Majalengka membuat saya jadi pengen banget untuk ke Majalengka. Ada yang  mau menjadi guide wisata batik di Majalengka? Hehe.. Atau ada yang ingin menambahkan info lain tentang batik Majalengka? Sok atuh, mangga lho, diantos nya.. J